Selasa, 22 Desember 2009

Kalimat Majemuk

Kalimat Majemuk = Kalimat tersusun

Ada 4 macam kalimat majemuk/kalimat tersusun, yakni kalimat majemuk setara, kalimat majemuk rapatan, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk berganda.Yang akan masuk dalam pengajian adalah kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.

A. Kalimat Majemuk setara
a. Batasan
Kalimat majemuk setara dalah kalimat majemuk yang terdidri atas beberapakalimat yang setara atau sederajat kedudukannya, yang masisng-masing dapat berdiri sendri.
b. Pembagian kalimat majemuk setara
1. Kalimat majemuk setara sejalan
Kalimat majemuk setara sejalan ialah kaliamat majemuk setara yang terdiri atas beberapa kalimat tunggal yang bersamaan situasinya
Contoh:
Juminten pergi ke pasar, Parno berangkat ke bengkel, sedang Ganes pergi ke kebun binatang
Catatan:
a. Kata-kata yang penghubung yang dapat dipakai dalam kalimat majemuk setara sejalan ialah: dan, dan lagi, lagi pula, sedang, sedangkan, lalu, kemudian.
b. Dalam meguraikan menurut jabatannya, hendaknya selalu dibiasakan menempuh cara-car sebagai berikut:
1. Kalimat yang hendak diuraikan dikutip lebih dahulu.
2. Memberi nama kalimat yang akan diuraikan.
3. Kemudian baru bagian-bagian kalimat diuraikan menurut jabatannya sebagai berikut:
a. Kata-kata yang hendak diuraikan ditempatkan di sebelah kiri.
b. Jabatan-jabatan kalimat ditempatkan di sebelah kanan.


Contoh uraian kalimat:
Juminten pergi ke pasar, Norif berangkat ke bengkel, sedang Ganes pergi ke kebun binatang.
I. Kalimat tersebut adalah kalimat majemuk setara sejalan.
II. a. Juminten pergi ke pasar.
Juminten = subjek
Pergi = predikat
Ke pasar = keterangan tempat
b. Norif berangkat ke bengkel
Norif = subjek
Berangkat = predikat
ke bengkel = keterangan tempat
c. Ganes pergi ke kebun binatang.
a. Ganes = subjek
b. pergi = predikat
c. ke kebun binatang = keterangan tempat

2. Kalimat Majemuk Setara Berlawanan
Kalimat majemuk setara berlawanan ialah kalimat majemuk setara yang terdiri atas beberapa kalimat tunggal yang isinya menyatakan situasi berlawanan.
Contoh:
Adiknya pandai, sedang kakaknya bodoh.
Rahmad berani, tetapi ia tidak mau bertengkar.
Catatan:
a. Kata-kata penhubung yang dapat dipakai dalam kalimat majemuk setara berlawanan antara lain ialah: sedangkan, tetapi, melainkan, padahal, hanyalah, walaupun, meskipun, biarpun, kendatipun, jangankan, namun.
b. Contoh uraian kalimat:
Rahmad berani, tetapi ia tidak mau bertengkar.
I. Kalimat tersebut adalah kalimat majemuk setara berlawanan
II. a. Rahmad berani
Rahmad = subjek
Berani = predikat
b. ia tidak mau bertengkar.
Ia = subjek
tidak mau bertengkar = predikat

3. Kalimat Majemuk Setara yang menyatakan sebab akibat
Kalimat Majemuk Setara yang menyatakan sebab akibat ialah kalimat majemuk setara yang terdiri atas beberapa kalimat tunggal yang isi bagian yang satu menyatakan sebab akibat dari bagian yang lain.
Contoh:
Roy Marten ditahan, karena ia telah membawa sabu-sabu.
Anak itum luka parah, sehingga ia harus dibawa ke rumah sakit.
Catatan:
a. Kata-kata penghubung yang dapat dipakai dalam kalimat majemuk setara yang menyatakan sebab akibat antara lain ialah: sebab, karena, oleh karena itu, sehingga, maka.
b. Contoh uraian kalimat
Roy Martien ditahan, karena ia telah membawa sabu-sabu.
I. Kalimat tersebut adalah kalimat majemuk setara yang menyatakan sebab akibat.
II. a. Roy Martien ditahan
Roy Martien = subjek
ditahan = predikat
b. ia telah membawa sabu-sabu.
Ia = subjek
telah membawa = predikat
sabu-sabu = objek

B. Kalimat Majemuk Bertingkat
a. Batasan
Kalimat Majemuk bertingkat ialah kalimat yang terjadi dari beberapa kalimat tunggal yang kedudukanya tidak setara/ sederajat, yakni yang satu menjadi bagian yang lain.

b. Proses Terjadinya Kalimat Majemuk Bertingkat
Kalimat majemuk bertingkat sesungguhnya berasal dari sebuah kalimat tunggal. Bagian dari kalimat tunggal tersebut kemudian diganti atau diubah sehingga menjadi sebuah kalimat baru yang dapat berdiri sendiri.
Bagian kalimat majemuk bertingkat yang berasal dari bagian kalimat tunggal yang tidak mengalami pergantian/ perubahan dinamakan induk kalimat, sedang bagian kalimat majemuk yang berasal dari bagian kalimat tunggal yang sudah mengalami penggantian/ peubahan dinamakan anak kalimat.
Contoh:
Ia datang kemarin. Kalimat tunggal tersebut ialah kalimat tunggal yang mempunyai keterangan waktu: kemarin. Jika kata kemarin diganti/ diubah menjadi kalimat yang dapat berdiri sendiri, yakni diubah/ diganti dengan kalimat: ketika orang sedang makan, maka berubahlah kalimat tunggal tersebut menjadi kalimat majemuk bertingkat sebagai berikut: Ia datang, ketika orang sedang datang.
Perkataan: ia datang (yang tidak pernah mengalami perubahan/ pergantian) dinamai induk kalimat, sedang perkataan: ketika orang sedang makan (yang mengubah/ mengganti kata kemarin) dinamai anak kalimat.

c. Macam Anak Kalimat
Ada bermacam-macam anak kalimat dalam kalimat majemuk bertingkat. Hal itu bergantung kepada bagian kalimat tunggal mana yang diubh/ digantinya. Karena itu macam anak kalimat dalam kalimat majemuk bertingkat dapat diperinci sebagai berikut:

1. Anak kalimat pengganti subyek
Contoh:
Siapa bersalah, akan dihukum.
Yang mencuri sepeda saya, telah ditangkap polisi.
Contoh uraian kalimat:
Yang mencuri sepeda saya, telah ditangkap polisi.
G Kalimat tersebut ialah kalimat majemuk bertingkat
G A. Telah ditangkap polisi = induk kalimat
Ditangkap = predikat
Polisi = obyek/ pelengkap pelaku
Telah = keterangan waktu/ keterangan modalitas.
B. Yang mencuri sepeda saya = anak kalimat pengganti subyek
Yang = subyek
Mencuri = predikat
Sepeda saya = obyek/ pelengkap penderita
Catatan:
Tiap kali hendak menguraikan kalimat majemuk bertingkat, hendaknya lebih dulu diusahakan mencari/ menyelidiki kalimat tunggal mana yang menjadi asal kalimat majemuk bertingkat itu. Dengan cara itu kita akan mudah mencari induk kalimat dan anak kalimat dari kalimat majemuk bertingkat yang hendak kita uraikan.
2. Anak kalimat pengganti predikat
Anak kalimat pengganti predikat hanya terdapat pada kalimat nominal.
Contoh:
Rumah itu batu. (kalimat tunggal)
Rumah itu bahannya terbuat dari benda keras. (kalimat majemuk bertingkat)
3. Anak kalimat pengganti obyek/ pelengkap penderita
Contoh:
Basir mencintai Nova. (kalimat tunggal)
Basir mencintai yang sangat dikasihinya. (kalimat majemuk bertingkat)
4. Anak kalimat pengganti obyek/ pelengkap pelaku
Contoh:
Ali ditikam oleh penjahat. (kalimat tunggal)
Ali ditikam oleh orang yang menggedor pintu rumahnya semalam. (kalimat majemuk bertingkat)
5. Anak kalimat pengganti obyek/ pelengkap penyerta
Contoh:
Norief memberikan uang kepada anaknya. (kalimat tunggal)
Norief memberikan uang kepada yang menumpang di Surabaya. (kalimat majemuk bertingkat)
6. Anak kalimat pengganti obyek/ pelengkap berkata depan
Contoh:
Ia rindu kepada ibunya. (kalimat tunggal)
Ia rindu kepada yang memeliharanya sejak kecil. (kalimat majemuk bertingkat)
7. Anak kalimat pengganti obyek pasangan
Contoh:
Kami telah berunding dengan Bpk. Susilo Bambang Yudhoyono. (kalimat tunggal)
Kami telah berunding dengan yang memimpin negara Indonesia. (kalimat majemuk bertingkat)
8. Anak kalimat pengganti obyek alat
Contoh:
Norief bersenjatakan pena. (kalimat tunggal)
Norif bersenjatakan yang dibuat untuk menulis. (kalimat majemuk bertingkat)
9. Anak kalimat pengganti keterangan tempat
Contoh:
Henny pergi ke pasar. (kalimat tunggal)
Henny pergi ke yang dikunjungi orang tiap hari. (kalimat majemuk bertingkat)
10. Anak kalimat pengganti keterangan waktu
Contoh:
Anis datang kemarin. (kalimat tunggal)
Anis datang ketika orang sedang sholat. (kalimat majemuk bertingkat)
11. Anak kalimat pengganti keterangan sebab
Contoh:
Basir tidak berkuliah karena sakit. (kalimat tunggal)
Basir tidak berkuliah karena jiwanya terganggu. (kalimat majemuk bertingkat)
12. Anak kalimat pengganti keterangan alasan
Contoh:
Saya tidak pergi karena hujan. (kalimat tunggal)
Saya tidak pergi karena suasana yang tidak mengizinkan. (kalimat majemuk bertingkat)
13. Anak kalimat pengganti keterangan akibat
Contoh:
Basir dianiaya sehingga sakit. (kalimat tunggal)
Basir dianaya sehingga badannya terbaring. (kalimat majemuk bertingkat)
14. Anak kalimat pengganti keterangan alat
Contoh:
Ia menikam dengan pisau. (kalimat tunggal)
Ia menikam dengan yang dibelinya kemarin. (kalimat majemuk bertingkat)
15. Anak kalimat pengganti keterangan asal
Contoh:
Sepatunya Norief terbuat dari emas. (kalimat tunggal)
Sepatunya Norief terbuat dari bahan yang diinginkannya. (kalimat majemuk bertingkat)
16. Anak kalimat pengganti keterangan syarat
Contoh:
Kalau begitu, saya tidak mau mengajak . (kalimat tunggal)
Kalau kamu nakal, saya tidak mau mengajak. (kalimat majemuk bertingkat)
17. Anak kalimat pengganti keterangan tujuan
Contoh:
Tora Sudiro belajar keras agar lulus. (kalimat tunggal)
Tora Sudiro belajar keras agar cita-citanya tercapai. (kalimat majemuk bertingkat)
18. Anak kalimat pengganti keterangan kualitas
Contoh:
Boneng tersenyum manis. (kalimat tunggal)
Boneng tersenyum seperti yang kita lihat. (kalimat majemuk bertingkat)
19. Anak kalimat pengganti keterangan perihal
Contoh:
Dengan tertawa ia menjawab pertanyaan itu. (kalimat tunggal)
Dengan mulut tertawa lebar ia menjawab pertanyaan itu. (kalimat majemuk bertingkat)
20. Anak kalimat pengganti keterangan perlawanan
Contoh:
Meskipun mendung, ia berangkat juga. (kalimat tunggal)
Meskipun cuaca buruk, ia berangkat juga. (kalimat majemuk bertingkat)
21. Anak kalimat pengganti keterangan kuantitas
Contoh:
Mereka berjalan seratus kilometer. (kalimat tunggal)
Mereka berjalan jauh sekali jaraknya. (kalimat majemuk bertingkat)
22. Anak kalimat pengganti keterangan derajat
Contoh:
Udara itu dingin sekali. (kalimat tunggal)
Uadara itu tak terperikan rasanya. (kalimat majemuk bertingkat)
23. Anak kalimat pengganti keterangan modalitas
Contoh:
Mungkin ia meninggal di sana. (kalimat tunggal)
Desas-desus tersiar ia meninggal di sana. (kalimat majemuk bertingkat)
24. Anak kalimat pengganti keterangan perbandingan
Contoh:
Paimo lebih rajin daripada Mopai. (kalimat tunggal)
Paimo lebih rajin daripada orang yang mirip dengannya itu. (kalimat majemuk bertingkat)
25. Anak kalimat pengganti keterangan perwatasan
Contoh:
Semua tahanan dibebaskan, kecuali Basir. (kalimat tunggal)
Semua tahanan dibebaskan, kecuali yang berseragam merah jambu itu. (kalimat majemuk bertingkat)
Cataanak kalimat pengganti obyek/ pelengkaptan:
Dalam kalimat majemuk bertingkat kadang-kadang dipergunakan kalimat langsung dan kalimat tak langsung.
G Kalimat langsung
Ali mengatakan, ”saya pergi kemarin”.
Kata Ali ”saya pergi kemarin”.
G Kalimat tak langsung
Ali mengatakan bahwa ia pergi kemarin.
Kata Ali, ia pergi kemarin.

d. Cucu Kalimat
Dalam kalimat majemuk bertingkat kadang-kadang terdapat cucu kalimat, yaitu anak dari anak kalimat. Cucu kalimat tersebut terjadi jika bagian kalimat dari anakkalimat diubah/ diganti menjadi sebuah kalimat yang dapat berdiri sendiri.
Contoh:
Norief menyepak bola. (kalimat tunggal)
Ia menyepak yang disenangi oleh adiknya. (kalimat majemuk bertingkat yang mempunyai anak kalimat pengganti obyek/ pelengkap penderita)
Ia menyepak yang disenangi oleh yang memakai baju baru itu. (kalimat majemuk bertingkat yang mempunyai cucu kalimat pengganti obyek/ pelengkap pelaku pada anak kalimat)

Senin, 21 Desember 2009

Silogisme dan Generalisasi


Quantcast

Logika
Kata logika berasal dari kata logos dalam bahasa Yunani yang berarti kata atau pikiran. Secara bahasa logika berarti ilmu berkata atau ilmu berfikir benar. Kebenaran adalah syarat dari tindakan untuk mencapai tujuannya bagi laku perbuatan untuk menunjukan nilai. Logika menuntun pandangan lurus dalam praktek berfikir menuju kebenaran dan menghindarkan budi menempuh jalan yang salah dalam berfikir. Logika merupakan studi dari salah satu pengungkapan kebenaran dan dipakai untuk membedakan argumen yang masuk akal, serta berbagai bentuk argumentasi. Logika dalam kajiannya pada problem formal dan spesifik tentang keteraturan penalaran. Logika berurusan dengan pengetahuan yang bersifat formal apriori. Pengetahuan yang bersifat apriori adalah pengetahuan kebenarannya abstain dari pengalaman melainkan hanya berdasarkan definisi. Dalam logika sangat terkait dengan matematika.

Hukum dalam logika tidak termasuk pengamatan empiris, dan fungsi argumen logis untuk mengantarkan kita kepada kesimpulan yang tidak dapat diperoleh dari sekedar pengamatan. Kita membuat kesimpulan dikarenakan ada hubungan logis antara satu proposisi atau premis lebih dengan proposisi yang lain, kesimpulannya kurang lebih berbentuk bahwa yang kedua pasti benar jika yang pertama benar. Kemudian jika kita mengetahui yang pertama, kita dapat meyatakan yang kedua berdasarkan yang pertama.

Cara berpikir secara logis terbagi dua, yaitu : induktif dan deduktif
Induktif merupakan suatu cara berpikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.
Deduktif adalah suatu cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.

A. Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan).
Silogisme terdiri dari ; Silogisme Katagorik, Silogisme Hipotetik dan Silogisme Disyungtif.

a. Silogisme Katagorik
Silogisme Katagorik adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorik. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).

Contoh :
Semua Tanaman membutuhkan air (premis mayor)
……………….M……………..P
Akasia adalah Tanaman (premis minor)
….S……………………..M
Akasia membutuhkan air (konklusi)
….S……………..P
(S = Subjek, P = Predikat, dan M = Middle term)

- Hukum-hukum Silogisme Katagorik
Apabila dalam satu premis partikular, kesimpulan harus parti¬kular juga, seperti:
Semua yang halal dimakan menyehatkan
Sebagian makanan tidak menyehatkan,
Jadi Sebagian makanan tidak halal dimakan
(Kesimpulan tidak boleh: Semua makanan tidak halal
dimakan).
Apabila salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga, seperti:

Semua korupsi tidak disenangi.
Sebagian pejabat adalah korupsi, jadi
Sebagian pejabat tidak disenangi.
(Kesimpulan tidak boleh: Sebagian pejabat disenangi)

Dari dua premis yang sama-sama partikular tidak sah diambil kesimpulan.
Beberapa politikus tidak jujur.
Banyak cendekiawan adalah politikus, jadi:
Banyak cendekiawan tidak jujur.
Jadi: Beberapa pedagang adalah kikir. Kesimpulan yang diturunkan

dari premis partikular tidak pernah menghasilkan kebenaran yang pasti, oleh karena itu kesimpulan seperti:
Sebagian besar pelaut dapat menganyam tali secara bai
Hasan adalah pelaut, jadi:
Kemungkinan besar Hasan dapat menganyam tali secara baik
adalah tidak sah.
Sembilan puluh persen pedagang pasar Johar juju Kumar adalah pedagang pasar Johar, jadi: Sembilan puluh persen Kumar adalah jujur

1) Dari dua premis yang sama-sama negatit, lidak men kesimpulan apa pun, karena tidak ada mata rantai ya hubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpul diambil bila sedikitnya salah satu premisnya positif. Kesimpulan yang ditarik dari dua premis negatif adalah tidak sah.

Kerbau bukan bunga mawar.
Kucing bukan bunga mawar.
….. (Tidak ada kesimpulan) Tidak satu pun drama yang baik mudah dipertunjukk Tidak satu pun drama Shakespeare mudah dipertunju Jadi: Semua drama Shakespeare adalah baik. (Kesimpulan tidak sah)

2) Paling tidak salah satu dari term penengah haru: (mencakup). Dari dua premis yang term penengahnya tidak ten menghasilkan kesimpulan yang salah, seperti:

Semua ikan berdarah dingin.
Binatang ini berdarah dingin
Jadi: Binatang ini adalah ikan.
(Padahal bisa juga binatang melata)

3) Term-predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term redikat yang ada pada premisnya. Bila tidak, kesimpulan lenjadi salah, seperti

Kerbau adalah binatang.
Kambing bukan kerbau.
Jadi: Kambing bukan binatang.
(‘Binatang’ pada konklusi merupakan term negatif sedang-
kan pada premis adalah positif)

4) Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis layor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna mda kesimpulan menjadi lain, seperti:

Bulan itu bersinar di langit.
Januari adalah bulan.
Jadi: Januari bersinar di langit.
(Bulan pada premis minor adalah nama dari ukuran waktu
yang panjangnya 31 hari, sedangkan pada premis mayor
berarti planet yang mengelilingi bumi).

5) Silogisme harus terdiri tiga term, yaitu term subjek, preidkat, dan term menengah ( middle term ), begitu juga jika terdiri dari dua atau lebih dari tiga term tidak bisa diturunkan komklsinya.

- Absah dan Benar
Dalam membicarakan silogisme mengenal dua istilah yaitu absah dan benar.
Absah (valid) berkaitan dengan prosedur penyimpi apakah pengambilan konklusi sesuai dengan patokan atau tidak. Dikatakan valid apabila sesuai dengan patokan di atas dan dan tidak valid bila sebaliknya.

Benar berkaitan dengan proposisi dalam silogisme itu, 2 didukung atau sesuai dengan fakta atau tidak. Bila sesuai fakta, proposisi itu benar, bila tidak ia salah.
Keabsahan dan kebenaran dalam silogisme merupakan satuan yang tidak bisa dipisahkan, untuk mendapatkan yang sah dan benar. Hanya konklusi dari premis yang benar prosedur yang sah konklusi itu dapat diakui. Mengapa demikian Karena bisa terjadi: dari premis salah dan prosedur valid menghasilkan konklusi yang benar, demikian juga dari premis salah dan prosedur invalid dihasilkan konklusi benar.

Variasi-variasinya adalah sebagai berikut:
1. Prosedur valid, premis salah dan konklusi benar.
Semua yang baik itu haram. (salah)
Semua yang memabukkan itu baik. (salah)
Jadi: Semua yang memabukkan itu haram. (benar)

2. Prosedur invalid (tak sah) premis benar konklusi salah
Plato adalah filosof. (benar)
Aristoteles bukan Plato. (benar)
Jadi: Aristoteles bukan filosof (salah)

3. Prosedur invalid, premis salah konklusi benar.
Sebagian politikus adalah tetumbuhan. (salah)
Sebagian manusia adalah tetumbuhan. (salah)
Jadi: Sebagian manusia adalah politikus (benar)

4. Prosedur valid premis salah dan konklusi salah.
Semua yang keras tidak berguna. (salah)
Adonan roti adalah keras. (salah)
Jadi: Adonan roti tidak berguna (salah)

b. Silogisme Hipotetik
Silogisme Hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik.
Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotetik:

1. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.

2. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagiar konsekuennya, seperti:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.

3. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari antecedent, seperti:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka
kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa,
Jadi kegelisahan tidak akan timbul.

4. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah Pihak penguasa tidak gelisah.
Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.

Hukum-hukum Silogisme Hipotetik
Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting di sini dalah menentukan ‘kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar.

Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen .engan B, jadwal hukum silogisme hipotetik adalah:
1) Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
2) Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
3) Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
4) Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.

Kebenaran hukum di atas menjadi jelas dengan penyelidikan
berikut:

Bila terjadi peperangan harga bahan makanan membubung tinggi
Nah, peperangan terjadi.
Jadi harga bahan makanan membubung tinggi.( benar = terlaksana)
Benar karena mempunyai hubungan yang diakui kebenarannya
Bila terjadi peperangan harga bahan makanan membubung tinggi
Nah, peperangan terjadi.

Jadi harga bahan makanan tidak membubung tinggi (tidak sah = salah)
Tidak sah karena kenaikan harga bahan makanan bisa disebabkan oleh sebab atau faktor lain.

c. Silogisme Disyungtif
Silogisme Disyungtif adalah silogisme yang premis mayornya keputusan disyungtif sedangkan premis minornya kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor.
Seperti pada silogisme hipotetik istilah premis mayor dan premis minor adalah secara analog bukan yang semestinya.

Silogisme ini ada dua macam, silogisme disyungtif dalam arti
sempit dan silogisme disyungtif dalam arti luas. Silogisme disyungtif
dalam arti sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif,
seperti:
la lulus atau tidak lulus.
Ternyata ia lulus, jadi
la bukan tidak lulus.

Silogisme disyungtif dalam arti luas premis mayomya mempunyai alternatif bukan kontradiktif, seperti:

Hasan di rumah atau di pasar.
Ternyata tidak di rumah.
Jadi di pasar.

Silogisme disyungtif dalam arti sempit maupun arti iuas mempunyai dua tipe yaitu:
1) Premis minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusi-nya adalah mengakui alternatif yang lain, seperti:

la berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di luar.
Jadi ia berada di dalam.
Ia berada di luar atau di dalam.
temyata tidak berada di dalam.
Jadi ia berada di luar.

2) Premis minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari alternatif yang lain, seperti:

Budi di masjid atau di sekolah.
la berada di masjid.
Jadi ia tidak berada di sekolah.
Budi di masjid atau di sekolah.
la berada di sekolah.
Jadi ia tidak berada di masjid.

Hukum-hukum Silogisme Disyungtif

1. Silogisme disyungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid, seperti :
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata berbaju putih.
Jadi ia bukan tidak berbaju putih.
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata ia tidak berbaju putih.
Jadi ia berbaju non-putih.

2. Silogisme disyungtif dalam arti luas, kebenaran koi adalah sebagai berikut:
a. Bila premis minor mengakui salah satu alterna konklusinya sah (benar), seperti:
Budi menjadi guru atau pelaut.
la adalah guru.
Jadi bukan pelaut
Budi menjadi guru atau pelaut.
la adalah pelaut.
Jadi bukan guru
b. Bila premis minor mengingkari salah satu a konklusinya tidak sah (salah), seperti:
Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogya.
Ternyata tidak lari ke Yogya.
Jadi ia lari ke Solo. (Bisa jadi ia lari ke kota lain).
Budi menjadi guru atau pelaut.
Ternyata ia bukan pelaut.
Jadi ia guru. (Bisa j’adi ia seorang pedagang).

2.3. Generalisasi
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual (khusus) menuju kesimpulan umum yang mengikat selutuh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki.

Macam-macam Generalisasi :
(1) Generalisasi sempurna adalah generalisasi di mana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki.
Misalnya setelah kita memperhatikan jumlah hari pada setiap bulan tahun Masehi kemudian disimpulkan bahwa:
Semua bulan Masehi mempunyai hari tidak lebih dari 31.
Dalam penyim¬pulan ini, keseluruhan fenomena yaitu jumlah hari pada setiap bulan kita selidiki tanpa ada yang kita tinggalkan.
Generalisasi macam ini memberikan kesimpulan amat kuat
dan tidak dapat diserang. Tetapi tentu saja tidak praktis dan
tidak ekonomis.

(2) Generalisasi tidak sempurna yaitu generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki.
Misalnya setelah kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia bahwa mereka adalah manusia yang suka bergotong-royong, kemu¬dian kita simpulkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang suka bergotong-royong, maka penyimpulan ini adalah generalisasi tidak sempurna.

Unsur-unsur Intrinsik Cerpen

Menurut Nurgiyantoro dalam bukunya Pengkajian Prosa Fiksi unsur- unsur intrinsik ialah unsur- unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur- Unsur-unsur intrinsik tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Tema cerita
Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai stuktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.
Tema disaring dari motif- motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. Tema dalam banyak hal bersifat ”mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu termasuk berbagai unsur intrinsik yang lain. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka tema pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas dan abstrak.
2. Alur Cerita
Sebuah cerpen menyajikan sebuah cerita kepada pembacanya. Alur cerita ialah peristiwa yang jalin-menjalin berdasar atas urutan atau hubungan tertentu. Sebuah rangkaian peristiwa dapat terjalin berdasar atas urutan waktu, urutan kejadian, atau hubungan sebab-akibat. Jalin-menjalinnya berbagai peristiwa, baik secara linear atau lurus maupun secara kausalitas, sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh, padu, dan bulat dalam suatu prosa fiksi.
Plot ialah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.Plot ialah peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab-akibat.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa alur cerita ialah jalinan peristiwa yang melatari sebuah prosa fiksi yang dihubungkan secara sebab-akibat.
3. Penokohan
Dalam pembicaraan sebuah cerita pendek sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Tokoh cerita ialah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama , yang oleh pembaca ditafsirkan memilki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diespresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Sedangkan penokohan ialah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita
Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh atau perwatakan, sebab penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.
4. Latar
Sebuah cerita pada hakikatnya ialah peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu atau beberapa orang tokoh pada suatu waktu tertentu dan pada tempat tertentu. Menurut Nadjid (2003:25) latar ialah penempatan waktu dan tempat beserta lingkungannya dalam prosa fiksi
Menurut Nurgiyantoro (2004:227—233) unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, antara lain sebagai berikut.
a. Latar Tempat
Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu serta inisial tertentu.
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah ” kapan ” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah ”kapan” teersebut biasanya dihubungkan dengan waktu
c. Latar Sosial
Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks serta dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Selain itu latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang (point of view) merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi memang milik pengarang, pandangan hidup, dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita. Sudut pandang adalah cara memandang tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu.
Ada beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk membedakan sudut pandang. Pertanyaan tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Siapa yang berbicara kepada pembaca (pengarang dalam persona ketiga atau pertama, salah satu pelaku dengan ”aku”, atau seperti tak seorang pun)?
2. Dari posisi mana cerita itu dikisahkan (atas, tepi, pusat, depan atau berganti-ganti)?
3. Saluran informasi apa yang dipergunakan narator untuk menyampaikan ceritanya kepada pembaca (kata-kata, pikirn, atau persepsi pengarang; kata-kata, tindakan, pikiran, perasaan, atau persepsi tokoh)?
4. Sejauh mana narator menempatkan pembaca dari ceritanya (dekat, jauh, atau berganti-ganti)?
Selain itu pembedaan sudut pandang juga dilihat dari bagaimana kehadiran cerita itu kepada pembaca: lebih bersifat penceritaan, telling, atau penunjukan, showing, naratif atau dramatik. Pembedaan sudut pandang yang akan dikemukakan berikut berdasarkan pembedaan yang telah umum dilakukan orang yaitu bentuk persona tokoh cerita: persona ketiga dan persona pertama.
a. Sudut pandang persona ketiga : ”Dia”
Pengisahan cerita yang menpergunakan sudut pandang persona ketiga gaya ”Dia”, narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti. Hal ini akan mempermudah pembaca untuk mengenali siapa tokoh yang diceritakan atau siapa yang bertindak.
Sudut pandang ”dia”dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak, pengarang, narator dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh ”dia”, jadi bersifat mahatahu, di lain pihak ia terikat, mempunyai keterbatasan ”pengertian” terhadap tokoh ”dia” yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas, hanya selaku pengamat saja.
1) ”Dia” mahatahu
Dalam sudut pandang ini, cerita dikisahkan dari sudut ”dia”, namun pengarang, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ”dia” tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh ”dia”yang satu ke ”dia” yang lain, menceritakan atau sebaliknya ”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.
2) ”Dia” terbatas, ”Dia” sebagai pengamat
Dalam sudut pandang ”dia” terbatas, seperti halnya dalam”dia”mahatahu, pengarang melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun terbatas hanya pada seorang tokoh saja atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas. Tokoh cerita mungkin saja cukup banyak, yang juga berupa tokoh ”dia”, namun mereka tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan sosok dirinya seperti halnya tokoh pertama.
b. Sudut Pandang Persona Pertama: ”Aku”
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama (first person point of view), ”aku”. Jadi: gaya ”aku”, narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ”aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui,dilihat, didengar,dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Jadi, pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan tokoh si ”aku” tersebut.
1) ”Aku” tokoh utama
Dalam sudut pandang teknik ini, si ”aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ”aku”menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ”aku”, peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian,si ”aku” menjadi tokoh utama (first person central).
2) ”Aku” tokoh tambahan
Dalam sudut pandang ini, tokoh ”aku” muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh ”aku” hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ”aku”tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah.
Dengan demikian si ”aku” hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si ”aku” pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.
6. Gaya Bahasa dan Nada
Bahasa dalam cerpen memilki peran ganda, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai penyampai gagasan pengarang. Namun juga sebagai penyampai perasaannya. Beberapa cara yang ditempuh oleh pengarang dalam memberdayakan bahasa cerpen ialah dengan menggunakan perbandingan, menghidupkan benda mati, melukiskan sesuatu dengan tidak sewajarnya, dan sebagainya. Itulah sebabnya, terkadang dalam karya sastra sering dijumpai kalimat-kalimat khas. Nada pada karya sastra merupakan ekspresi jiwa.

Peribahasa Indonesia

Peribahasa adalah ayat atau kelompok kata yang mempunyai susunan yang tetap dan mengandung pengertian tertentu, bidal, pepatah. Beberapa peribahasa merupakan perumpamaan yaitu perbandingan makna yang sangat jelas karena ia didahului oleh perkataan seolah-olah, ibarat, bak, seperti, laksana, macam, bagai dan umpama.

"Ada gula ada semut."
"Air beriak tanda tak dalam."
"Air susu dibalas dengan air tuba."

Jenis kata

Berdasarkan bentuknya, kata bisa digolongkan menjadi empat: kata dasar, kata turunan, kata ulang, dan kata majemuk. Kata dasar adalah kata yang merupakan dasar pembentukan kata turunan atau kata berimbuhan. Perubahan pada kata turunan disebabkan karena adanya afiks atau imbuhan baik di awal (prefiks atau awalan), tengah (infiks atau sisipan), maupun akhir (sufiks atau akhiran) kata. Kata ulang adalah kata dasar atau bentuk dasar yang mengalami perulangan baik seluruh maupun sebagian sedangkan kata majemuk adalah gabungan beberapa kata dasar yang berbeda membentuk suatu arti baru.

Dalam tata bahasa baku bahasa Indonesia, kelas kata terbagi menjadi tujuh kategori, yaitu:

  1. Nomina (kata benda); nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan, misalnya buku, kuda.
  2. Verba (kata kerja); kata yang menyatakan suatu tindakan atau pengertian dinamis, misalnya baca, lari.
    • Verba transitif (membunuh),
    • Verba kerja intransitif (meninggal),
    • Pelengkap (berumah)
  3. Adjektiva (kata sifat); kata yang menjelaskan kata benda, misalnya keras, cepat.
  4. Adverbia (kata keterangan); kata yang memberikan keterangan pada kata yang bukan kata benda, misalnya sekarang, agak.
  5. Pronomina (kata ganti); kata pengganti kata benda, misalnya ia, itu.
    • Orang pertama (kami),
    • Orang kedua (engkau),
    • Orang ketiga (mereka),
    • Kata ganti kepunyaan (-nya),
    • Kata ganti penunjuk (ini, itu)
  6. Numeralia (kata bilangan); kata yang menyatakan jumlah benda atau hal atau menunjukkan urutannya dalam suatu deretan, misalnya satu, kedua.
    • Angka kardinal (duabelas),
    • Angka ordinal (keduabelas)
  7. Kata tugas adalah jenis kata di luar kata-kata di atas yang berdasarkan peranannya dapat dibagi menjadi lima subkelompok:
    • preposisi (kata depan) (contoh: dari),
    • konjungsi (kata sambung) - Konjungsi berkoordinasi (dan), Konjungsi subordinat (karena),
    • artikula (kata sandang) (contoh: sang, si) - Umum dalam bahasa Eropa (misalnya the),
    • interjeksi (kata seru) (contoh: wow, wah), dan
    • partikel. ( -lah, -kah)

Singkatan dan Akronim

Singkatan dan akronim adalah kependekan dari kata atau gabungan kata. Perbedaan antara singkatan dan akronim adalah bentuk singkatan dilafalkan huruf per huruf, sedangkan akronim dilafalkan sebagai suku kata.

Beberapa pola singkatan dan akronim.

1. Singkatan ini terdiri atas huruf besar. Huruf besar yang dijadikan pola singkatan tersebut adalah huruf-huruf awal kata. Pada singkatan ini tidak diperlukan tanda titik.

Contoh: APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), BBM (bahan bakar minyak), SLI (sambungan langsung internasional), PT . (Perseroan Terbatas), TVRI (Televisi Republik Indonesia), WNA (Warga Negara Asing)

2. Akronim yang unsur-unsurnya terdiri atas huruf-huruf besar. Huruf-huruf besar yang membentuknya terdiri atas huruf-huruf awal kata.

Contoh: ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), ASI (Air Susu Ibu), HUT (hari ulang tahun), ISTI (Institut Seni Tari Indonesia), PAM (perusahaan air minum), SIM (Surat Izin Mengemudi)

3. Singkatan yang terdiri atas huruf-huruf kecil. Singkatan tersebut berasal dari huruf awal kata. Dalam pembentukannya harus digunakan tanda titik di antara huruf-huruf pembentuk singkatan itu.

Contoh: a.n. (atas nama), d.a. (dengan alamat), p.p. (pulang pergi), u.p. (untuk perhatian), a.l. (antara lain), y.l. (yang lalu)

4. Singkatan yang terdiri atas huruf-huruf kecil, yang dibentuk dari huruf awal. Singkatan ini terdiri atas tiga huruf kecil dan dibubuhi tanda titik pada akhir singkatan.

Contoh: dll. (dan lain-lain), dsb. (dan sebagainya), dkk. (dan kawan-kawan), ybs.(yang bersangkutan), tsb. (tersebut), yad. (yang akan datang)

5. Singkatan yang berupa akronim dari nama badan atau nama diri. Singkatan ini terdiri atas huruf-huruf bagian kata yang membentuk singkatan itu. Singkatan ini dilafalkan sebagai sebuah kata, sehingga disebut akronim. Hruf awal akronim ditulis dengan huruf besar.

Contoh: Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), Depdiknas (Departemen Pendidikan Nasional), Bakin,. (Badan Koordinasi Intelijen Negara), Kapolri (Kepala Kepolisian Republik Indonesia), Wagub (Wakil Gubernur)

6. Akronim pada pola ini adalah akronim yang seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.

Contoh: tilang (bukti pelanggaran), rudal (peluru kendali), sosbud (sosial budaya), toserba (toko serbaada), pemilu (pemilihan umum)

7. Singkatan pada gelar kesarjanaan dan sapaan. Singkatan dapat terdiri atas huruf awal kata atau dapat pula berbentuk akronim. Tanda titik digunakan pada setiap huruf besar hasil singkatan.

Contoh: S.H. (Sarjana Hukum), S.Psi. (Sarjana Psikologi), M.M. (Magister Manajemen), S.Ag. (Sarjana Agama), K.H. (Kyai Haji), R.A. (Raden Ajeng)

8. Pola singkatan yang berkaitan dengan lambang kimia, ukuran, timbangan, dan besaran. Tanda titik tidak digunakan pada pola singkatan ini.

Contoh: Rp (rupiah), cm (sentimeter), kg (kilogram), MHz (megahertz), Ca (kalsium)

9. Bentuk singkatan yang sebagian berasal dari kata-kata asal bahasa asing. Dalam singkatan ini tidak diperlukan tanda titik.

Contoh: memo (memorandum), lab (laboratorium), resto (restoran), promo (promosi), seleb (selebritis), kafe (kafetaria), info (informasi), nego (negosiasi), matre (materialistis), lesbi (lesbian), konsen(konsentrasi).

Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat berikut.

Jumlah suku kata akronim jangan melebihi suku yang lazim pada kata Indonesia.

Akronim dibentuk dengan memperhatikan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.

Karena akronim dilafalkan sebagai kata yang wajar, maka kadang-kadang akronim dapat diberi imbuhan.

Minggu, 20 Desember 2009

KARANGAN

JENIS KARANGAN:
Deskripsi
Narasi
Eksposisi
Argumentasi
Persuasi

1. DESKRIPSI: Karangan ini berisi gambaran mengenai suatu hal/ keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut.

Contoh deskripsi berisi fakta:
Hampir semua pelosok Mentawai indah. Di empat kecamatan masih terdapat hutan yang masih perawan. Hutan ini menyimpan ratusan jenis flora dan fauna. Hutan Mentawai juga menyimpan anggrek aneka jenis dan fauna yang hanya terdapat di Mentawai. Siamang kerdil, lutung Mentawai dan beruk Simakobu adalah contoh primata yang menarik untuk bahan penelitian dan objek wisata.

Contoh deskripsi berupa fiksi:
Salju tipis melapis rumput, putih berkilau diseling warna jingga; bayang matahari senja yang memantul. Angin awal musim dingin bertiup menggigilkan, mempermainkan daun-daun sisa musim gugur dan menderaikan bulu-bulu burung berwarna kuning kecoklatan yang sedang meloncat-loncat dari satu ranting ke ranting yang lain.

Topik yang tepat untuk deskripsi misalnya:
Keindahan Bukit Kintamani
Suasa pelaksanaan Promosi Kompetensi Siswa SMK Tingkat Nasional
Keadaan ruang praktik
Keadaan daerah yang dilanda bencana

Langkah menyusun deskripsi:
Tentukan objek atau tema yang akan dideskripsikan
Tentukan tujuan
Tentukan aspek-aspek yang akan dideskripsikan dengan melakukan pengamatan
Susunlah aspek-aspek tersebut ke dalam urutan yang baik, apakah urutan lokasi, urutan waktu, atau urutan menurut kepentingan
Kembangkan kerangka menjadi deskripsi

2. NARASI: Secara sederhana, narasi dikenal sebagai cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam satu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik. Ketiga unsur berupa kejadian, tokoh, dan konflik merupakan unsur pokok sebuah narasi. Jika ketiga unsur itu bersatu, ketiga unsur itu disebut plot atau alur. Jadi, narasi adalah cerita yang dipaparkan berdasarkan plot atau alur.

Narasi dapat berisi fakta atau fiksi.
Contoh narasi yang berisi fakta: biografi, autobiografi, atau kisah pengalaman.
Contoh narasi yang berupa fiksi: novel, cerpen, cerbung, ataupun cergam.

Pola narasi secara sederhana: awal – tengah – akhir
Awal narasi biasanya berisi pengantar yaitu memperkenalkan suasana dan tokoh. Bagian awal harus dibuat menarik agar dapat mengikat pembaca.
Bagian tengah merupakan bagian yang memunculkan suatu konflik. Konflik lalu diarahkan menuju klimaks cerita. Setelah konfik timbul dan mencapai klimaks, secara berangsur-angsur cerita akan mereda.
Akhir cerita yang mereda ini memiliki cara pengungkapan bermacam-macam. Ada yang menceritakannya dengan panjang, ada yang singkat, ada pula yang berusaha menggantungkan akhir cerita dengan mempersilakan pembaca untuk menebaknya sendiri.

Contoh narasi berisi fakta:
Ir. Soekarno

Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama adalah seorang nasionalis. Ia memimpin PNI pada tahun 1928. Soekarno menghabiskan waktunya di penjara dan di tempat pengasingan karena keberaniannya menentang penjajah.
Soekarno mengucapkan pidato tentang dasar-dasar Indonesia merdeka yang dinamakan Pancasila pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945.
Soekarno bersama Mohammad Hatta sebagai wakil bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Ia ditangkap Belanda dan diasingkan ke Bengkulu pada tahun 1948. Soekarno dikembalikan ke Yogya dan dipulihkan kedudukannya sebagai Presiden RI pada tahun 1949.
Jiwa kepemimpinan dan perjuangannya tidak pernah pupus. Soekarno bersama pemimpin-pemimpin negara lainnya menjadi juru bicara bagi negara-negara nonblok pada Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955. Hampir seluruh perjalanan hidupnya dihabiskan untuk berbakti dan berjuang

Contoh narasi fiksi:
Aku tersenyum sambil mengayunkan langkah. Angin dingin yang menerpa, membuat tulang-tulang di sekujur tubuhku bergemeretak. Kumasukkan kedua telapak tangan ke dalam saku jaket, mencoba memerangi rasa dingin yang terasa begitu menyiksa.
Wangi kayu cadar yang terbakar di perapian menyambutku ketika Eriza membukakan pintu. Wangi yang kelak akan kurindui ketika aku telah kembali ke tanah air. Tapi wajah ayu di hadapanku, akankah kurindui juga?
Ada yang berdegup keras di dalam dada, namun kuusahakan untuk menepiskannya. Jangan, Bowo, sergah hati kecilku, jangan biarkan hatimu terbagi. Ingatlah Ratri, dia tengah menunggu kepulanganmu dengan segenap cintanya.


Langkah menyusun narasi (fiksi):
Langkah menyusun narasi (fiksi) melalui proses kreatif, dimulai dengan mencari, menemukan, dan menggali ide.
Cerita dirangkai dengan menggunakan “rumus” 5 W + 1 H. Di mana seting/ lokasi ceritanya, siapa pelaku ceritanya, apa yang akan diceritakan, kapan peristiwa-peristiwa berlangsung, mengapa peristiwa-peristiwa itu terjadi, dan bagaimana cerita itu dipaparkan.

3. EKSPOSISI: Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk memperjelas uraian, dapat dilengkapi dengan grafik, gambar atau statistik.

Contoh:
Pada dasarnya pekerjaan akuntan mencakup dua bidang pokok, yaitu akuntansi dan auditing. Dalam bidang akuntasi, pekerjan akuntan berupa pengolahan data untuk menghasilkan informasi keuangan, juga perencanaan sistem informasi akuntansi yang digunakan untuk menghasilkan informasi keuangan.
Dalam bidang auditing pekerjaan akuntan berupa pemeriksaan laporan keuangan secara objektif untuk menilai kewajaran informasi yang tercantum dalam laporan tersebut.

Topik yang tepat untuk eksposisi, antara lain:
Manfaat kegiatan ekstrakurikuler
Peranan majalah dinding di sekolah
Sekolah kejuruan sebagai penghasil tenaga terampil.

Catatan: Tidak jarang eksposisi berisi uraian tentang langkah/ cara/ proses kerja. Eksposisi demikian lazim disebut paparan proses.

Contoh paparan proses:
Cara mencangkok tanaman:
1. Siapkan pisau, tali rafia, tanah yang subur, dan sabut secukupnya.
2. Pilihlah ranting yang tegak, kekar, dan sehat dengan diameter kira-kira 1,5 sampai 2 cm.
3. Kulit ranting yang akan dicangkok dikerat dan dikelupas sampai bersih kira-kira sepanjang 10 cm.

Langkah menyusun eksposisi:
Menentukan topik/ tema
Menetapkan tujuan
Mengumpulkan data dari berbagai sumber
Menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik yang dipilih
Mengembangkan kerangka menjadi karangan eksposisi.

4. ARGUMENTASI: Karangan ini bertujuan membuktikan kebenaran suatu pendapat/ kesimpulan dengan data/ fakta sebagai alasan/ bukti. Dalam argumentasi pengarang mengharapkan pembenaran pendapatnya dari pembaca. Adanya unsur opini dan data, juga fakta atau alasan sebagai penyokong opini tersebut.

Contoh:
Jiwa kepahlawanan harus senantiasa dipupuk dan dikembangkan karena dengan jiwa kepahlawanan. Pembangunan di negara kita dapat berjalan dengan sukses. Jiwa kepahlawanan akan berkembang menjadi nilai-nilai dan sifat kepribadian yang luhur, berjiwa besar, bertanggung jawab, berdedikasi, loyal, tangguh, dan cinta terhadap sesama. Semua sifat ini sangat dibutuhkan untuk mendukung pembangunan di berbagai bidang.

Tema/ topik yang tepat untuk argumentasi, misalnya:
Disiplin kunci sukses berwirausaha
Teknologi komunikasi harus segera dikuasai
Sekolah Menengah Kejuruan sebagai aset bangsa yang potensial

Langkah menyusun argumentasi:
Menentukan topik/ tema
Menetapkan tujuan
Mengumpulkan data dari berbagai sumber
Menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik yang dipilih
Mengembangkan kerangka menjadi karangan argumentasi

5. PERSUASI: Karangan ini bertujuan mempengaruhi pembaca untuk berbuat sesuatu. Dalam persuasi pengarang mengharapkan adanya sikap motorik berupa motorik berupa perbuatan yang dilakukan oleh pembaca sesuai dengan yang dianjurkan penulis dalam karangannya.

Contoh persuasi:
Salah satu penyakit yang perlu kita waspadai di musim hujan ini adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Untuk mencegah ISPA, kita perlu mengonsumsi makanan yang bergizi, minum vitamin dan antioksidan. Selain itu, kita perlu istirahat yang cukup, tidak merokok, dan rutin berolah raga.

Topik/ tema yang tepat untuk persuasi, misalnya:
Katakan tidak pada NARKOBA
Hemat energi demi generasi mendatang
Hutan sahabat kita
Hidup sehat tanpa rokok
Membaca memperluas cakrawala

Langkah menyusun persuasi:
Menentukan topik/ tema
Merumuskan tujuan
Mengumpulkan data dari berbagai sumber
Menyusun kerangka karangan
Mengembangkan kerangka karangan menjadi karangan persuasi

MAJAS

Majas adalah cara menampilkan diri dalam bahasa. Menurut Prof. Dr. H. G. Tarigan bahwa majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Unsur kebahasaan antara lain: pilihan kata, frase, klausa, dan kalimat. Menurut Goris Keraf, sebuah majas dikatakan baik bila mengandung tiga dasar, yaitu: kejujuran, sopan santun, dan menarik.

Gaya bahasa dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:

1. Gaya bahasa perulangan

2. Gaya bahasa perbandingan

3. Gaya bahasa pertentangan

4. Gaya bahasa pertautan

1. Gaya Bahasa Perulangan

A. Aliterasi

Aliterasi ialah sejenis gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan pada suatu kata atau beberapa kata, biasanya terjadi pada puisi.

Contoh: Kau keraskan kalbunya

Bagai batu membesi benar

Timbul telangkai bertongkat urat

Ditunjang pengacara petah pasih

B. Asonansi

Asonansi ialah sejenis gaya bahasa refetisi yang berjudul perulangan vokal, pada suatu kata atau beberapa kata. Biasanya dipergunakan dalam puisi untuk mendapatkan efek penekanan.

Contoh: Segala ada menekan dada

Mati api di dalam hati

Harum sekuntum bunga rahasia

Dengan hitam kelam

C. Antanaklasis

Antanaklasis ialah sejenis gaya bahasa yang mengandung perulangan kata dengan makna berbeda.

Contoh: Karena buah penanya itu menjadi buah bibir orang.

D. Kiasmus

Kiasmus ialah gaya bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus merupakan inversi atau pembalikan susunan antara dua kata dalam satu kalimat.

Contoh: Ia menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah.

E. Epizeukis

Epizeukis ialah gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung. Maksudnya kata yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut.

Contoh: Ingat kami harus bertobat, bertobat, sekali lagi bertobat.

F. Tautotes

Tautotes ialah gaya bahasa perulangan yang berupa pengulangan sebuah kata berkali-kali dalam sebuah konstruksi.

Contoh: Aku adalah kau, kau adalah aku, kau dan aku sama saja.

G. Anafora

Anafora ialah gaya bahasa repetisi yang merupakan perulangan kata pertama pada setiap baris atau kalimat.

Contoh: Kucari kau dalam toko-toko.

Kucari kau karena cemas karena sayang.

Kucari kau karena sayang karena bimbang.

Kucari kau karena kaya mesti diganyang.

H. Epistrofa (efifora)

Epistrofa ialah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pada akhir baris atau kalimat berurutan.

Contoh: Ibumu sedang memasak di dapur ketika kau tidur.

Aku mencercah daging ketika kau tidur.

I. Simploke

Simploke ialah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan awal dan akhir beberapa baris (kalimat secara berturut-turut).

Contoh: Ada selusin gelas ditumpuk ke atas. Tak pecah.

Ada selusin piring ditumpuk ke atas. Tak pecah.

Ada selusin barang lain ditumpuk ke atas. Tak pecah.

J. Mesodiplosis

Mesodiplosis ialah gaya bahasa repetisi yang berupa pengulangan kata atau frase di tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut.

Contoh: Pendidik harus meningkatkan kecerdasan bangsa.

Para dokter harus meningkatkan kesehatan masyarakat.

K. Epanalepsis

Epanalepsis ialah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama pada akhir baris, klausa, atau kalimat.

Contoh: Saya akan berusaha meraih cita-cita saya.

L. Anadiplosis

Anadiplosis ialah gaya bahasa repetisi yang kata atau frase terakhir dari suatu kalimat atau klausa menjadi kata atau frase pertama pada klausa atau kalimat berikutnya.

Contoh: Dalam raga ada darah

Dalam darah ada tenaga

Dalam tenaga ada daya

Dalam daya ada segalanya

2. Gaya Bahasa Perbandingan

a. Perumpamaan

Perumpamaan ialah padanan kata atau simile yang berarti seperti. Secara eksplisit jenis gaya bahasa ini ditandai oleh pemakaian kata: seperti, sebagai, ibarat, umpama, bak, laksana, serupa.

Contoh: Seperti air dengan minyak.

b. Metafora

Metafora ialah gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara implisit.

Contoh: Aku adalah angin yang kembara.

c. Personifikasi

Personifikasi ialah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat insani pada barang atau benda yang tidak bernyawa ataupun pada ide yang abstrak.

Contoh: Bunga ros menjaga dirinya dengan duri.

d. Depersonifikasi

Depersonifikasi ialah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat suatu benda tak bernyawa pada manusia atau insan. Biasanya memanfaatkan kata-kata: kalau, sekiranya, jikalau, misalkan, bila, seandainya, seumpama.

Contoh: Kalau engkau jadi bunga, aku jadi tangkainya.

e. Alegori

Alegori ialah gaya bahasa yang menggunakan lambang-lambang yang termasuk dalam alegon antara lain:

Fabel, contoh: Kancil dan Buaya

Parabel, contoh: Cerita Adam dan Hawa

f. Antitesis

Antitesis ialah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan.

Contoh: Dia gembira atas kegagalanku dalam ujian.

g. Pleonasme dan Tautologi

Pleonasme adalah penggunaan kata yang mubazir yang sebesarnya tidak perlu. Contoh: Capek mulut saya berbicara.

Tautologi adalah gaya bahasa yang menggunakan kata atau frase yang searti dengan kata yang telah disebutkan terdahulu. Contoh: Apa maksud dan tujuannya datang ke mari?

h. Perifrasis

Perifrasis ialah gaya bahasa yang dalam pernyataannya sengaja menggunakan frase yang sebenarnya dapat diganti dengan sebuah kata saja.

Contoh: Wita telah menyelesaikan sekolahnya tahun 1988 (lulus).

i. Antisipasi (prolepsis)

Antisipasi ialah gaya bahasa yang dalam pernyataannya menggunakan frase pendahuluan yang isinya sebenarnya masih akan dikerjakan atau akan terjadi.

Contoh: Aku melonjak kegirangan karena aku mendapatkan piala kemenangan.

j. Koreksio (epanortosis)

Koreksio ialah gaya bahasa yang dalam pernyataannya mula-mula ingin menegaskan sesuatu. Namun, kemudian memeriksa dan memperbaiki yang mana yang salah.

Contoh: Silakan Riki maju, bukan, maksud saya Rini!

3. Gaya Bahasa Pertentangan

a. Hiperbola

Hiperbola ialah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan baik jumlah, ukuran, ataupun sifatnya dengan tujuan untuk menekan, memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya.

Contoh: Pemikiran-pemikirannya tersebar ke seluruh dunia.

b. Litotes

Litotes ialah majas yang berupa pernyataan yang bersifat mengecilkan kenyataan yang sebenarnya.

Contoh: Apa yang kami berikan ini memang tak berarti buatmu.

c. Ironi

Ironi ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang isinya bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya.

Contoh: Bagus benar rapormu Bar, banyak merahnya.

d. Oksimoron

Oksimoron ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang di dalamnya mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frase atau dalam kalimat yang sama.

Contoh: Olahraga mendaki gunung memang menarik walupun sangat membahayakan.

e. Paronomosia

Paronomasia ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang berisi penjajaran kata-kata yang sama bunyinya, tetapi berlainan maknanya.

Contoh: Bisa ular itu bisa masuk ke sel-sel darah.

f. Zeugma dan Silepsis

Zeugma ialah gaya bahasa yang menggunakan dua konstruksi rapatan dengan cara menghubungkan sebuah kata dengan dua atau lebih kata lain. Dalam zeugma kata yang dipakai untuk membawahkan kedua kata berikutnya sebenarnya hanya cocok untuk salah satu dari padanya.

Contoh: Kami sudah mendengar berita itu dari radio dan surat kabar.

Dalam silepsis kata yang dipergunakannya itu secara gramatikal benar, tetapi kata tadi diterapkan pada kata lain yang sebenarnya mempunyai makna lain.

Contoh: Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya.

g. Satire

Satire ialah gaya bahasa sejenis argumen atau puisi atau karangan yang berisi kritik sosial baik secara terang-terangan maupun terselubung.

Contoh: Jemu aku dengan bicaramu.

Kemakmuran, keadilan, kebahagiaan

Sudah sepuluh tahun engkau bicara

Aku masih tak punya celana

Budak kurus pengangkut sampah

h. Inuendo

Inuendo ialah gaya bahasa yang berupa sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya.

Contoh: Dia memang baik, cuma agak kurang jujur.

i. Antifrasis

Antifrasis ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang menggunakan sebuah kata dengan makna kebalikannya. Berbeda dengan ironi, yang berupa rangkaian kata yang mengungkapkan sindiran dengan menyatakan kebalikan dari kenyataan, sedangkan pada antifrasis hanya sebuah kata saja yang menyatakan kebalikan itu.

Contoh Antifrasis: Lihatlah sang raksasa telah tiba (maksudnya si cebol).

Contoh ironi: Kami tahu bahwa kau memang orang yang jujur sehingga tak ada satu orang pun yang percaya padamu.

j. Paradoks

Paradoks ialah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.

Contoh: Teman akrab adakalanya merupakan musuh sejati.

k. Klimaks

Klimaks ialah gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang makin lama makin mengandung penekanan atau makin meningkat kepentingannya dari gagasan atau ungkapan sebelumnya.

Contoh: Hidup kita diharapkan berguna bagi saudara, orang tua, nusa bangsa dan negara.

l. Anti klimaks

Antiklimaks ialah suatu pernyataan yang berisi gagasan-gagasan yang disusun dengan urutan dari yang penting hingga yang kurang penting.

Contoh: Bahasa Indonesia diajarkan kepada mahasiswa, siswa SLTA, SLTP, dan SD.

m. Apostrof

Apostrof ialah gaya bahasa yang berupa pengalihan amanat dari yang hadir kepada yang tidak hadir.

Contoh: Wahai dewa yang agung, datanglah dan lepaskan kami dari cengkraman durjana.

n. Anastrof atau inversi

Anastrof ialah gaya bahasa retoris yang diperoleh dengan membalikkan susunan kata dalam kalimat atau mengubah urutan unsur-unsur konstruksi sintaksis.

Contoh: Diceraikannya istrinya tanpa setahu saudara-saudaranya.

o. Apofasis

Apofasis ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang tampaknya menolak sesuatu, tetapi sebenarnya justru menegaskannya.

Contoh : Sebenarnya saya tidak sampai hati mengatakan bahwa anakmu kurang ajar.

p. Histeron Proteran

Histeron Proteran ialah gaya bahasa yang isinya merupakan kebalikan dari suatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar.

Contoh : Jika kau memenangkan pertandingan itu berarti kematian akan kau alami.

q. Hipalase

Hipalase ialah gaya bahasa yang berupa sebuah pernyataan yang menggunakan kata untuk menerangkan suatu kata yang seharusnya lebih tepat dikarenakan kata yang lain.

Contoh: Ia duduk pada bangku yang gelisah.

r. Sinisme

Sinisme ialah gaya bahasa yang merupakan sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan atau ketulusan hati.

Contoh: Anda benar-benar hebat sehingga pasir di gurun sahara pun dapat Anda hitung.

s. Sarkasme

Sarkasme ialah gaya bahasa yang mengandung sindiran atau olok-olok yang pedas atau kasar.

Contoh: Kau memang benar-benar bajingan.

4. Gaya Bahasa Pertautan

a. Metonimia

Metonimia ialah gaya bahasa yang menggunakan nama barang, orang, hal, atau ciri sebagai pengganti barang itu sendiri.

Contoh: Parker jauh lebih mahal daripada pilot.

b. Sinekdoke

Sinekdoke ialah gaya bahasa yang menyebutkan nama sebagian sebagai nama pengganti barang sendiri.

Contoh Sinekdoke pars pro toto: Lima ekor kambing telah dipotong pada acara itu.

Contoh Sinekdoke totem pro parte: Dalam pertandingan itu Indonesia menang satu lawan Malaysia.

c. Alusio

Alusia ialah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu pristiwa atau tokoh yang telah umum dikenal/ diketahui orang.

Contoh: Apakah peristiwa Madiun akan terjadi lagi di sini?

d. Eufimisme

Eufimisme ialah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasa lebih kasar yang dianggap

merugikan atau yang tidak menyenangkan.

Contoh: Tunasusila sebagai pengganti pelacur.

e. Eponim

Eponim ialah gaya bahasa yang menyebut nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu

sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu.

Contoh: Dengan latihan yang sungguh saya yakin Anda akan menjadi Mike Tyson.

f. Antonomasia

Antonomasia ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang menggunakan gelar resmi atau jabatan sebagai

pengganti nama diri.

Contoh: Kepala sekolah mengundang para orang tua murid.

g. Epitet

Epitet ialah gaya bahasa yang berupa keterangan yang menyatakan sesuatu sifat atau ciri yang khas dari

seseorang atau suatu hal.

Contoh: Putri malam menyambut kedatangan remaja yang sedang mabuk asmara.

h. Erotesis

Erotesis ialah gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang tidak menuntut jawaban sama sekali.

Contoh: Tegakah membiarkan anak-anak dalam kesengsaraan?

i. Paralelisme

Paralelisme ialah gaya bahasa yang berusaha menyejajarkan pemakaian kata-kata atau frase-frase yang

menduduki fungsi yang sama dan memiliki bentuk gramatikal yang sama.

Contoh: + Bukan saja perbuatan itu harus dikutuk, tetapi juga harus diberantas.

- Bukan saja perbuatan itu harus dikutuk, tetapi juga harus memberantasnya (Ini contoh yang tidak baik).

j. Elipsis

Elipsis ialah gaya bahasa yang di dalamnya terdapat penanggalan atau penghilangan salah satu atau beberapa

unsur penting dari suatu konstruksi sintaksis.

Contoh: Mereka ke Jakarta minggu lalu (perhitungan prediksi).

Pulangnya membawa oleh-oleh banyak sekali (Penghilangan subyek).

Saya sekarang sudah mengerti ( Penghilangan obyek).

Saya akan berangkat (penghilangan unsur Keterangan).

Mari makan!(penghilangan subyek dan obyek).

k. Gradasi

Gradasi ialah gaya bahasa yang mengandung beberapa kata (sedikitnya tiga kata) yang diulang dalam konstruksi itu.

Contoh: Kita harus membangun, membangun jasmani dan rohani, rohani yang kuat dan tangguh, dengan ketangguhan itu kita maju.

l. Asindeton

Asindenton ialah gaya bahasa yang berupa sebuah kalimat atau suatu konstruksi yang mengandung kata-kata yang sejajar, tetapi tidak dihubungkan dengan kata-kata penghubung.

Contoh: Ayah, ibu, anak merupakan inti dari sebuah keluarga.

m. Polisindeton

Polisindenton ialah gaya bahasa yang berupa sebuah kalimat atau sebuah konstruksi yang mengandung kata-kata yang sejajar dan dihubungkan dengan kata-kata penghubung.

Contoh: Pembangunan memerlukan sarana dan prasarana juga dana serta kemampuan pelaksana.